BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Air merupakan materi yang sangat penting dalam kehidupan, baik
tanaman, hewan maupun manusia. Kehidupan manusia tentu tidak terlepas dari
kebutuhan akan air bersih terutama air minum. Selama ini kebutuhan akan air
dipenuhi dari berbagai sumber antara lain air tanah, air sungai, air hujan, air
pegunungan dan air laut yang diolah sedemikian rupa dan ditawarkan sebagai bahan
baku air. Kebutuhan akan air semakin lama semakin meningkat sesuai dengan
keperluan dan taraf kehidupan penduduk. Masalah utama yang harus dihadapi dalam
pengolahan air adalah semakin tingginya tingkat pencemaran air, baik pencemaran
yang berasal dari air limbah rumah tangga maupun limbah industri, sehingga upaya-upaya
baru terus dilakukan untuk mendapatkan sumber air, khususnya untuk pemenuhan
akan air minum yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan (Radji dkk,
2008).
Standar air minum di Indonesia mengikuti standar WHO yang dalam beberapa
hal disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Pada tahun 2002, Departemen
Kesehatan RI telah menetapkan kriteria kualitas air secara mikrobiologis,
melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 907 tahun 2002 bahwa air minum tidak diperbolehkan
mengandung bakteri coliform dan Escherichia coli. Sedangkan dalam
Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-3553-2006, air minum dalam kemasan
selain tidak boleh mengandung bakteri pathogen yaitu Salmonella dan Pseudomonas
aeruginosa, juga tidak boleh mengandung cemaran mikroba lebih besar dari
100 koloni/ml. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan air minum adalah produksi
air minum isi ulang yang pada saat ini telah berkembang pesat di seluruh daerah
di Indonesia, utamanya di perkotaan seiring dengan pertumbuhan industri air
dalam kemasan. Usaha ini ditempuh untuk memberikan pilihan bagi masyarakat untuk
mendapatkan air minum yang baik ditengah-tengah semakin mahalnya harga air
minum dalam kemasan (Radji
dkk, 2008).
Sebagai air minum, air minum isi ulang harus memenuhi
persyaratan kualitas yang telah ditetapkan. Hampir di setiap jalan terdapat
depo yang menjual air minum isi ulang. Namun kualitas air minum isi ulang masih
diragukan karena diduga dapat terkontaminasi mikroba pathogen jika penanganan
dan pengolahannya kurang baik. Pemeriksaan kualitas bakteriologis air minum
dalam kemasan termasuk air minum isi ulang harus dilakukan pemeriksaan cemaran
bakterinya secara berkala. Dalam lampiran Kepmenkes No. 907 tahun 2002
ditetapkan bahwa pemeriksaan kualitas bakteriologi air minum dalam kemasan dan
air minum isi ulang disebutkan bahwa pemeriksaan bakteriologis air baku untuk air
minum harus dilakukan setiap 3 bulan sekali sedangkan untuk air minum yang siap
dimasukkan ke dalam kemasan minimal 1 kali setiap bulan (Radji dkk, 2008).
Depo air minum isi ulang
ini merupakan usaha yang berkembangpesat sejak tahun 2002, dengan harga yang
relatif lebih murah jika dibandingkan dengan harga air minum dalam kemasan.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran akan kualitas air minum isi
ulang yang sampelnya diambil dari depo air minum isi ulang di kelurahan Lenteng
Agung dan kelurahan Srengseng Sawah, kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Diharapkan dari hasil penelitan ini dapat memberikan manfaat baik bagi Dinas
Kesehatan setempat untuk melakukan pengawasan secara berkala terhadap kualitas
air minum isi ulang, maupun bagi masyarakat sebagai konsumen air minum isi
ulang dan para pemilik depo air minum isi ulang agar dapat melakukan
pemeliharaan dan perbaikan secara terus menerus dalam penanganan dan pengolahan
air minum isi ulang secara baik, sehingga terhindar dari pencemaran mikroba
sebagai upaya untuk melindungi kesehatan masyarakat (Radji dkk, 2008).
B. Tujuan
Percobaan
1.
Untuk mengetahui adanya bakteri Esherichia coli pada sampel air Galon.
2.
Mengetahui
cara pemeriksaan bakteri Esherichia coli pada media agar EMBA sampel air Galon.
C. Prinsip Percobaan :
1.
Meja
dan tangan praktikan harus dalam keadaan streril
2.
Percobaan
dilakukan harus didekat pembakaran bunsen
3.
Metode
yang digunakan adalah metode EMBA
4.
Semua
alat praktikum harus dalam keadaan steril sebelum digunakan
5.
Homogenkan
media agar dengan cara membentuk angka 8 sebanyak 10
kali secara hati–hati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Umum Tentang Air
1.
Pengertian dan Standard Kualitas Air
Bersih
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990
Tentang ”Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air“, air bersih adalah air yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Adapun syarat-syarat
kesehatan air bersih adalah:
a. Persyaratan Biologis
Persyaratan biologis berarti air bersih itu
tidak mengandung mikroorganisme yang nantinya menjadi infiltran tubuh manusia.
Mikroorganisme itu dapat dibagi dalam empat group, yakni parasit, bakteri,
virus, dan kuman. Dari keempat jenis mikroorganisme tersebut umumnya yang
menjadi parameter kualitas air adalah bakteri seperti Eschericia coli.
b. Persyaratan Fisik
Persyaratan fisik air bersih terdiri dari kondisi fisik air
pada umumnya, yakni derajat keasaman, suhu, kejernihan, warna, bau. Aspek fisik
ini sesungguhnya selain penting untuk aspek kesehatan langsung yang terkait
dengan kualitas fisik seperti suhu dan keasaman tetapi juga penting untuk
menjadi indikator tidak langsung pada persyaratan biologis dan kimiawi, seperti
warna air dan bau.
c. Persyaratan Kimia
Persyaratan kimia menjadi penting karena banyak sekali
kandungan kimiawi air yang memberi akibat buruk pada kesehatan karena tidak
sesuai dengan proses biokimiawi tubuh. Bahan kimiawi seperti nitrat, arsenic,
dan berbagai macam logam berat khususnya
air raksa, timah hitam, dan cadmium dapat menjadi gangguan pada faal tubuh dan
berubah menjadi racun.
d. Persyaratan Radioaktif
Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian
persyaratan fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat
berbeda, dan pada wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti di sekitar
reaktor nuklir.
2.
Pengaruh Air Terhadap Kesehatan
Menurut Soemirat (2002), secara khusus, pengaruh air
terhadap kesehatan dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.
a. Pengaruh Tidak Langsung
Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh yang timbul sebagai
akibat pendayagunaan air yang dapat meningkatkan atau pun menurunkan
kesejahteraan masyarakat. Misalnya, air yang dimanfaatkan untuk pembangkit
tenaga listrik, untuk industri, untuk irigasi, perikanan, pertanian, dan
rekreasi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya pengotoran air
dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat.
b. Pengaruh Langsung
Air
minum atau air konsumsi penduduk dapat menyebabkan penyakit seperti :
1) Air
di dalam tubuh manusia, berkisar antara 50 -70 % dari seluruh berat badan. Air
terdapat di seluruh badan, di tulang terdapat air sebanyak 22 % berat tulang,
di darah dan ginjal sebanyak 83 %. Kehilangan air untuk 15 % dari berat badan
dapat mengakibatkan kematian. Karenanya orang dewasa perlu minum minimum 1,5 –
2 liter air sehari. Kekurangan air ini menyebabkan banyaknya didapat penyakit
batu ginjal dan kandung kemih di daerah tropis seperti Indonesia, karena
terjadinya kristalisasi unsur –unsur yang ada di dalam cairan tubuh. (Soemirat,
2002).
2) Penyebab
Penyakit Menular, Air yang telah tercemar oleh bakteri penyebab berbagai
penyakit, dapat menularkan kepada manusia atau hewan melalui empat mekanisme:
a)
Water
Borne Disease
Mekanisme penyebaran penyakit dimana pathogen penyebab
penyakit berada dalam air yang telah tercemar dan dapat menyebabkan penyakit
infeksi bila terminum oleh manusia atau hewan. Hal ini karena air tersebut mengandung
kuman pathogen. Diantara penyakit- penyakit yang disebarkan dengan mekanisme
ini adalah penyakit kolera, tifoid, hepatitis A, disentri, poliomyelitis, dan
diare.
Menurut Slamet (2002) penyakit yang disebabkan oleh pathogen
penyebab penyakit berada dalam air yang telah tercemar adalah : Penyakit kolera
disebabkan oleh Vibrio cholera. Kolera adalah penyakit usus halus yang
akut dan berat, sering mewabah yang mengakibatkan kematian. Gejala utamanya
adalah muntaber, dehidrasi dan kolaps dapat terjadi dengan cepat. Sedangkan
gejala kolera yang khas adalah tinja yang menyerupai air cucian beras, tetapi
sangat jarang ditemui.
Tifoid merupakan penyakit yang menyerang usus halus,
penyebabnya adalah Salmonella typhi. Gejala utama adalah panas yang
terus menerus dengan taraf kesadaran yang menurun, terjadi rata-rata dua
minggu. Penularan dapat terjadi dari orang ke orang, atau tidak langsung lewat
makanan, minuman yang terkontaminasi bakteri.
Hepatitis A dikenal juga sebagai Hepatitis infectiosa,
disebabkan oleh Virus hepatitis A. Gejala utama adalah demam yang akut,
dengan perasaan mual dan muntah, hati membengkak, dan sclera mata menjadi
kuning, diikuti oleh icterius seluruh kulit. Penyakit ini dapat menyebar
secara langsung dari orang ke orang, secara tak langsung lewat air, makanan
yang terkontaminasi virus, dan lewat udara.
Poliomyelitis, Penyakit ini seringkali disebut “Polio” saja
ataupun dikenal sebagai kelumpuhan anak- anak. Polio disebabkan oleh virus.
Polio meninggalkan cacat, menyebar lewat lingkungan air yang tidak saniter.
Gejala polio sangat bervariasi, dapat sangat ringan, menyerupai penyakit
influenza, sampai keadaan kelumpuhan ringan, parah, dan kematian.
Diare, Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Diare adalah
penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare
adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Akut). Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali
dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang
mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi
tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat
membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua. Menurut USAID yang
menjadi penyebab diare adalah: Infeksi dari berbagai bakteri yang disebabkan
oleh kontaminasi makanan maupun air minum, Infeksi berbagai macam virus, Alergi
makanan, khususnya susu atau laktosa (makanan yang mengandung susu), Parasit
yang masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman yang kotor.
b)
Water
Washed Disease
Mekanisme penyebaran penyakit bila suatu penyakit infeksi
dapat dicegah dengan memperbanyak volume pemakaian air serta memperbaiki
hygiene perorangan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang
cukup, maka penyakit- penyakit tertentu dapat dikurangi penularannya pada
manusia, dan penyakit ini banyak terjadi di daerah tropis. Contoh penyakit yang
disebabkan adalah penyakit infeksi saluran pencernaan, penyakit infeksi kulit
dan selaput lendir, penyakit yang ditimbulkan oleh insekta pada kulit dan
selaput lendir.
c)
Water
Based Disease
Cara penyebaran penyakit ini terjadi bila sebagian siklus
hidup penyebab penyakit memerlukan hospes perantara seperti siput air. Infeksi
pada manusia dapat dicegah dengan menurunkan keinginan dengan kontak dengan air,
mengontrol populasi siput air, dan memperbaiki kualitas air. Contoh penyakit
yang disebabkan adalah Schistomiasis. Dimana larva schistosoma hidup
dalam keong - keong air. Setelah waktunya larva ini mengubah bentuk menjadi cercaria
dan menembus kulit (kaki) manusia yang berada dalam air tersebut.
d)
Insect
Vector Disease
Cara penyebaran berkaitan dengan serangga sebagai vektor
penyebaran pathogen penyebab penyakit yang hidup di air. Strategi pencegahan
penyebaran penyakit dapat melalui perbaikan pengelolaan air permukaan,
menghilangkan tempat- tempat perkembangbiakan serangga yang menjadi vektor
penyebaran penyakit infeksi. Contoh- contoh penyakit yang ditularkan melalui
vektor yang hidupnya bergantung pada air misalnya malaria, demam berdarah,
filariasis, Yellow fever, dan lain sebagainya.
3.
Kualitas Air Baku dan Air Bersih
Masalah air baku untuk industri air bersih menjadi sangat
penting. Kualitas air bersih yang dipengaruhi kualitas air baku tersebut akan berpengaruh
pada kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya (Amsyari, 1996).
Kualitas air bersih sangat erat kaitannya dengan kualitas air
bakunya. Umumnya air baku dari air sumber (air tanah) kualitasnya sudah cukup
baik sehingga tidak sulit menjadikannya air bersih yang memenuhi persyaratan
kesehatan. Pada sisi lain air bersih dalam jumlah banyak harus mengambil dari
sumber air yang besar pula. Ini sering terjadi di kota besar dan akhirnya
memilih air sungai yang ada di dekatnya sebagai sumber air baku. Kualitas air
sungai sebagai air permukaan jelas berbeda dengan air sumber dan air tanah
dalam sehingga perlu proses yang lebih banyak. Pada awalnya proses itu pun
tidak begitu berat karena air sungai hanya terkait dengan limbah rumah tangga
yang jumlahnya pun terbatas sehingga proses penjernihannya pun relatif
sederhana (Amsyari, 1996).
Dengan perkembangan industri masalah air baku tidak hanya
karena pencemaran dari limbah domestik, akan tetapi juga dari limbah industri
yang pekat dengan macam bahan kimiawi yang luas. Bahan beracun dan berbahaya
jelas tidak banyak dikeluarkan oleh limbah rumah tangga. Bahan seperti itu
umumnya dari industri yang melibatkan banyak reaksi kimia, seperti industri
kertas, cat dan lainnya. Jelas proses pengolahan air bersih yang akan dilakukan
akan lebih kompleks (Amsyari, 1996).
B.
Tinjauan Umum Tentang Air Galon / Air Isi
Ulang
Bagi manusia, air minum adalah salah satu kebutuhan utama.
Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak
berbau. Air minum pun seharusnya tidak mengandung kuman pathogen dan segala
makhluk yang membahayakan kesehatan manusia. Tidak mengandung zat kimia yang
dapat mengubah fungsi tubuh. Air itu seharusnya tidak korosif, tidak
meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusinya. Standar air minum
yaitu suatu peraturan yang member petunjuk tentang konsentrasi berbagai
parameter yang sebaiknya diperbolehkan ada di dalam air minum agar tujuan
penyediaan air bersih dapat tercapai. Standar demikian akan berlainan dari Negara
ke Negara , tergantung pada keadaan sosio-kultural
termasuk kemajuan teknologi suatu Negara.
Penyediaa Penyediaan air bersih, selain kuantitasnya,
kualitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Untuk ini perusahaan air
minum, selalu memeriksa kualitas airnya sebelum didistribusikan kepada
pelanggan. Karena air baku belum tentu memenuhi standar, maka seringkali
dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standar air minum.
Tergantung kualitas air bakunya, pengolahan air minum dapat
sangat sederhana sampai sangat kompleks. Apabila air bakunya baik, maka mungkin
tidak diperlukan pengolahan samasekali. Apabila hanya ada kontaminan kuman,
maka disinfeksi saja sudah cukup. Dan apabila air baku semakin jelek
kualitasnya, maka pengolahan harus lengkap ( Slamet, 1994).
Diperlukan
empat persyaratan pokok air minum :
1. Persyaratan
biologis, berarti air minum itu tidak boleh mengandung mikroorganisme yang
nantinya menjadi infiltran tubuh manusia.
2. Persyaratan
fisik, kondisi fisik air minum terdiri dari kondisi fisik air pada umumnya,
yakni derajat keasaman, suhu, kejernihan, warna, dan bau. Aspek fisik ini
sesungguhnya selain penting untuk kesehatan langsung yang terkait dengan
kualitas fisik seperti suhu dan keasaman juga penting untuk menjadi indicator
tidak langsung pada persyaratan biologis dan kimiawi.
3. Persyaratan
kimiawi menjadi penting karena banyak sekali kandungan kimiawi air yang member
akibat buruk pada kesehatan karena tidak sesuai dengan proses biokimiawi tubuh.
4. Persyaratan
radiologis sering juga dimasukkan sebagai persyaratan fisik, namun sering
dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda, dan pada wilayah
tertentu menjadi sangat serius seperti di sekitar reaktor nuklir.
Keempat persyaratan air minum diatas sebenarnya yang paling
mudah diatasi adalah masalah pencemaran bilogisnya karena umumnya
mikroorganisme akan mati bila air dididihkan. Oleh karena itu, walau air
sedikit tercemari kuman, virus, jamur, dan parasit, namun dengan merebus sampai
mendidih dahulu, didinginkan dan diendapkan kemudian diminum sering sudah
mengatasi masalah gangguan oleh pencemaran biologis itu (Amsyari, 1996).
Pengolahan air yaitu suatu usaha menjernihkan air dan
meningkatkan mutu air agar dapat diminum. Proses pengolahan air meliputi empat
tahap yaitu :
1. Proses
purifikasi ( penjernihan) air
2. Proses
desinfeksi (meniadakan kuman penyakit), merupakan suatu proses/usaha agar kuman
pathogen yang berada didalam air dipunahkan.
3. Proses
pengaturan pH air, pH air normal berkisar 6,5-9,2. Apabila pH kurang dari 6,5 atau
lebig besar dari 9,2 akan mengakibatkan pipa air yang terbuat dari logam
mengalami korosif sehingga pada akhirnya air tersebut akan menjadi racun bagi
tubuh manusia. Kalau pH berkisar antara 6,0-8,0 merupakan keadaan yang sangat
baik bagi pertumbuhan mikroba.
4. Proses
pengaturan mineral air ( Gabriel,J.F.2001).
C.
Tinjauan Umum Tentang Mikrobiologi Pada
Air
Mikroorganisme yang terdapat di dalam air berasal dari
berbagai sumber seperti udara, tanah, sampah, lumpur, tanaman hidup atau mati,
hewan hidup atau mati (bangkai), kotoran manusia atau hewan, bahan organik
lainnya, dan sebagainya. Mikroorganisme tersebut mungkin tahan lama hidup di
dalam air, atau tidak tahan lama hidup dalam air karena lingkungan hidupnya
yang tidak cocok. (Fardiaz, 1992).
Jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam air
bervariasi tergantung dari berbagai faktor. Faktor- faktor tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Sumber
Air
Jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh
sumber air tersebut, misalnya air permukaan (danau, sungai), air tanah (sumur,
mata air), air tergenang, air laut, dan sebagainya. Misalnya pada air laut yng
ditumbuhi ganggang memungkinkan pertumbuhan bakteri fotosintetik sulfur hijau
dan ungu, bakteri yang hanya dapat tumbuh pada medium air laut seperti Thiothirx,
Beggiatoa, Thiovalum dan Thiobacillus.
2.
Komponen Nutrien Dalam Air
Air, terutama air buangan sering mengandung komponen-
komponen yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme tertentu. Mikroorganisme
yang bersifat saprofit organotrofik sering tumbuh pada air buangan yang
mengandung sampah tanaman dan
bangkai hewan. Semua air secara alamiah juga mengandung mineral- mineral yang
cukup untuk kehidupan mikroorganisme di dalam air.
3.
Komponen Beracun
Komponen beracun yang terdapat di dalam air mempengaruhi
jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air tersebut. Sebagai contoh, air laut
mengandung garam dengan konsentrasi yang terlalu tinggi untuk kehidupan
kebanyakan spesies mikroorganisme. Hidrogen sulfida yang diproduksi oleh
mikroorganisme pembusuk dari sampah- sampah organik bersifat racun terhadap
ganggang dan mikroorganisme lainnya, tetapi sebaliknya H2S dapat digunakan oleh
bakteri fotosintetik sebagai donor electron/ hydrogen untuk mereduksi
karbondioksida.
4.
Organisme Air
Adanya organisme lain di dalam air dapat mempengaruhi jumlah
dan jenis mikroorganisme. Sebagai contoh, plankton merupakan organisme yang
makan bakteri, ganggang dan plankton lainnya, sehingga adanya plankton dapat
mengurangi jumlah organisme-organisme tersebut. Adanya protozoa dan
bakteriophage mengurangi jumlah bakteri di dalam air karena kedua organisme
tersebut dapat membunuh bakteri.
5.
Faktor Fisik
Faktor-faktor fisik yang berpengaruh terhadap jumlah dan
jenis mikroorganisme adalah suhu, pH, tekanan osmotik, tekanan hidrostatik,
aerasi, dan penetrasi sinar matahari. Sebagai contoh, mikroorganisme yang dapat
hidup di dalam air laut adalah yang tahan terhadap tekanan osmotik tinggi.
6.
Komponen polutan.
Air yang mengandung polutan yang berasal dari tanaman dan
bangkai hewan mengandung bakteri koliform, sedangkan air yang mengandung sampah
organik akan menyebabkan pertumbuhan bakteri anaerob seperti Clostridium dan
Disulfovibrio.
a. Bakteri Indikator Polusi
Bakteri indikator polusi atau indikator sanitasi adalah
bakteri yang dapat digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses atau kotoran
manusia atau hewan, karena organisme tersebut merupakan organisme komensal yang
terdapat di dalam saluran pencernaan manusia atau hewan.
Syarat- syarat bakteri indikator tersebut mungkin tidak
selalu dapat dipenuhi karena bakteri indikator mungkin berbeda dalam hal
toleransi terhadap suhu, tingkat khlorinasi, dan terhadap konsentrasi garam.
Bakteri indikator tersebut adalah :
1)
Escherichia coli adalah salah satu
bakteri yang tergolong koliform dan hidup secara normal di dalam kotoran
manusia maupun hewan, oleh karena itu disebut juga koliform fekal.
2) Streptococcus Fecal adalah suatu
bakteri yang bersifat gram positif, berbentuk bulat memanjang yang disebut juga
kokobasili. Streptococcus fecal dapat dibedakan dari Streptococcus lainnya
karena bakteri ini hidup di dalam saluran pencernaan hewan berdarah panas,
tahan terhadap bile, dan dapat tumbuh pada suhu 45oC.
3) Clostridium perfringens merupakan
bakteri yang bersifat gram positif berbentuk batang dan membentuk spora.
Bakteri ini tersebar luas di alam, yaitu di dalam tanah, debu, dan merupakan
bagian dari mikroflora normal di dalam saluran usus manusia dan hewan. Bakteri
ini bersifat aerobik, tetapi masih tahan hidup pada kondisi aerobik, meskipun
pertumbuhannya lebih dirangsang pada kondisi anaerobik.
4) Escherichia coli adalah salah satu
jenis bakteri yang secara normal hidup dalam saluran pencernaan baik manusia
maupun hewan yang sehat. Nama bakteri ini diambil dari nama seorang bacteriologist
yang berasal dari Germani yaitu Theoder Von Escherich, yang berhasil melakukan
isolasi bakteri ini pertama kali pada tahun 1885. DR. Escherich juga berhasil
membuktikan bahwa diare dan gastroenteritis yang terjadi pada infant adalah
disebabkan oleh bakteri Escherichia coli (Andriani, 2004).
b. Escherichia coli Yang Berhubungan Dengan Penyakit Diare:
Berdasarkan
Brooks (2005), Escherichia coli yang berhubungan dengan penyakit diare
adalah :
1) Enterophatogenic E. coli (EPEC) merupakan penyebab
penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang. EPEC awalnya
dihubungkan dengan terjangkitnya diare di ruang perawatan di negara berkembang.
EPEC melekat pada sel mucosa usus kecil. Faktor yang berhubungan dengan
kromosom mendukung pelekatan yang erat. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare
yang cair, yang biasanya susah diatasinamun tidak kronis. Diare EPEC
berhubungan dengan berbagai serotype spesifik dari E. coli. Waktu diare
EPEC dapat diperpendek dan diare kronik dapat disembuhkan dengan pemberian
antibiotik.
2) Enterotoxigenic E.coli (ETEC) merupakan penyebab umum diare
pada musafir dan merupakan penyebab yang sangat penting dari diare pada bayi di
Negara berkembang. Cara untuk membantu mencegah diare ini adalah dengan
memperhatikan pemilihan dan pengkonsumsian makanan yang potensial
terkontaminasi ETEC. Antimicrobial prophylaxis dapat menjadi efektif
tetapi dapat terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotik pada bakteri
dan mungkin tidak dianjurkan secara keseluruhan. Pemberian antibiotik yang
efektif akan memperpendek jangka waktu penyakit.
3) Enterohemorrhagic
E.coli (EHEC) memproduksi verotoksin. EHEC banyak dihubungkan dengan hemorrhagic
colitis, sebuah bentuk diare yang parah, dan dengan sindroma uremic
hemolytic, sebuah penyakit akibat kegagalan ginjal akut, microangiopathi
hemolytic anemia, dan thrombocytopenia. Hemorrhagic colitis dan
komplikasinya dapat dicegah dengan cara memasak daging segar.
4) Enteroinvasire
E. coli (EIEC) menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigellosis.
Penyakit yang terjadi umumnya pada anak di Negara berkembang dan dalam
perjalanan ke Negara tersebut. EIEC menyebabkan penyakit dengan menyerang sel epithelial
mukosa usus.
5) Enteroagregative
E. coli (EAEC) menyebabkan diare yang akut dan kronis (dalam jangka waktu
> 14 hari) pada orang di negara berkembang. Organisme ini juga menyebabkan
penyakit karena makanan di negara industri. Mereka digolongkan berdasarkan
bentuk dan perlekatan pada sel manusia. Patogenesis EAEC penyebab diare tidak begitu
dipahami dengan baik, meskipun demikian dinyatakan bahwa EAEC melekat pada
mukosa intestinal dan menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin. Akibatnya
adalah kerusakan mukosa, pengeluaran sejumlah besar mucus, dan terjadinya
diare.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Eschericia
coli Dalam Air
1) Sumber
air yang berbeda seperti air hujan, air laut, air permukaan dan air tanah
mengandung mikroorganisme dalam jumlah dan jenis yang berbeda pula. Air
permukaan yang tercemar oleh kotoran hewan dan manusia akan mengandung bakteri Eschericia
coli.
2) Suhu,
Pertumbuhan mikroba memerlukan kisaran suhu tertentu. Kisaran suhu pertumbuhan
dibagi menjadi suhu minimum, suhu optimum, dan suhu maksimum. Suhu minimum
adalah suhu terendah tetapi mikroba masih dapat hidup. Suhu optimum adalah suhu
paling baik untuk pertumbuhan mikroba. Suhu maksimum adalah suhu tertinggi
untuk kehidupan mikroba. Eschericia coli merupakan mikroba yang tahan
hidup pada suhu tinggi (mikroba termofi). Kelompok ini mempunyai suhu minimum
400C, optimum pada suhu 55-600C dan suhu maksimum untuk pertumbuhannya 750C (Anonim, 2009).
3) pH,
Mikroba umumnya menyukai pH netral (pH 7). Eschericia coli merupakan
mikroba alkalifil yaitu kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 8,4-9,5.
(Anonim, 2009).
4) Kerusakan
atau kebocoran pipa, Adanya kerusakan atau kebocoran pipa dapat menyebabkan
masuknya air tanah ke dalam sistem distribusi terutama bila tekanan airnya
rendah dan lebih kecil dari tekanan air tanah. Dengan masuknya air tanah ke
dalam sistem distribusi akan menyebabkan pencemaran baik secara kimiawi maupun
pencemaran bakteriologis. (Said, 2002).
D. Tinjauan
Umum Tentang Metode EMBA
Media
Eosin Methylene Blue Agar
adalah hasil modifikasi dari Levine M. (1918-1921) yang digunakan untuk
diferensiasi Escherichia coli dan Enterobacteria aerogenes, untuk
identifikasi cepat dari Candida albicans, dan untuk identifikasi Staphylococcus
koagulase-positif. Media yang sudah jadi dirumuskan secara spesifik oleh
APHA (American
Public Health Association) (1970-1992). Media ini dibuat dan
dirumuskan dengan tujuan untuk mendeteksi dan membedakan mikroorganisme dari
kelompok bakteri coliform (Fitri,
2010).
Secara umum media EMB agar adalah
media isolasi untuk membedakan bakteri Enterobacteriaceae. EMB
Agar adalah media yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri
coliform di dalam suatu sample. Media Eosin Methylene Blue Agar ini mempunyai
keistimewaan mengandung laktosa dan berfungsi untuk membedakan mikroba yang
memfermentasikan laktosa seperti S.
aureus, P. aerugenosa, dan Salmonella.
Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna
gelap dengan kilap logam. Sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh
koloninya tidak berwarna. Fungsi dari eosin dan metilen blue membantu
mempertajam perbedaan warna.
Namun demikian, jika media ini
digunakan pada tahap awal, kuman lain bisa juga tumbuh terutama P. Aerugenosa dan Salmonella sp. Hal ini
dapat menimbulkan keraguan. Bagaiamanapun media ini sangat baik untuk mengkonfirmasi
bahwa kontaminan tersebut adalah Esherichia
coli . Media ini berbentuk padat berguna untuk menjaga sel tidak berpindah
tempat sehingga akan mudah dihitung dan dipisahkan jenisnya ketika tumbuh
menjadi koloni. Media padat juga menampakkan difusi hasil metabolit bakteri
sehingga memudahkan dalam pengujian suatu hasil metabolit (Anonim, 2008).
BAB
III
METODE
PERCOBAAN
A.
Alat
1. Cawan
petri 1 buah
2. Pipet ukur 10 ml 1 buah
3. Bulp 1 buah
4. Bunsen1 1 buah
5. pematik api 1 buah
6. Botol
sampel 1 buah
7. Inkubator 1 Unit
8. Label Secukupnya
9. Autoklaf 1
Unit
B.
Bahan
1. Sampel air Galon 1 ml
2. Alkohol 70% secukupnya
3. Eosin
Methyline Blue Agar ( EMB
agar) secukupnya
C. Waktu
dan Tempat Pemeriksaan
Sampel
Waktu Pengambilan sampel pada tanggal 26 Agustus 2013
di Jalan Andi Tonro 5 Perumahan Pondok Indah blok A3 No.29, sedangkan pemeriksaan
sampel air Galon pada tanggal 27 Agustus 2013 pukul 10.00 WITA di Laboratorium
Terpadu Indonesia Timur Kesehatan Masyarakat UNHAS Makassar.
D. Prosedur Kerja
1. Cara Pengambilan Sampel
a. Praktikan harus dalam keadaan steril (tangan dicuci
dengan alkohol) sebelum mengambil sampel.
b. Disterilkan kran/pompa (terutama mulut kran/pompa) dari
kotoran dan debu dengan menggunakan lap/kain basah.
c. Diputar kran/pompa secara maksimal, biarkan air mengalir
selama 1–2 menit lalu tutup kembali.
d.
Diflambir
kran air dengan cara membakar kertas alkohol selama 1 menit, dengan tujuan
mensterilkan kran/pompa air.
e.
Diputar
kembali kran/pompa dengan hati – hati, biarkan air mengalir selama 1–2 menit
dengan aliran sedang.
f.
Dibuka
penutup botol (tali, kertas coklat dan tutup botol) lalu segera taruh dibawah
kran/pompa yang mengalir. Diusahakan jangan sampai ¾ bagian, agar mudah dikocok
sebelum dianalisa.
g.
Ditutup
kembali dengan penutup botol (tali, kertas coklat dan tutup botol) serta beri
label (tanggal, tempat, waktu pengambilan dan kelompok)
2. Cara Pemeriksaan Escherichia
coli
a. Disterilkan meja tempat dilakukan percobaan dengan
menyemprotkan alkohol keatas meja kemudian dilap dengan menggunakan tissue.
b. Praktikan harus dalam keadaan steril (tangan dicuci
dengan alkohol) sebelum mengambil sampel
c. Disiapkan cawan petri yang telah disterilkan sebelumnya.
d. Dimasukkan air sampel sebanyak 1 ml kedalam cawan petri
dengan menggunakan pipet ukur.
e. Ditambahkan Eosin
Methyline Blue Agar (EMB Agar) secukupnya kedalam cawan petri yang telah
berisi air sampel Galon.
f. Dihomogenkan dengan cara membentuk angka 8 dengan hati –
hati diatas meja sebanyak 12 kali.
g. Ditunggu sampai EMB agar membeku, kemudian dimasukkan
kedalam Inkubator selama 1 x 24 jam
dengan suhu 340C dan hitung jumlah bakteri Esherichia coli yang ada
pada cawan petri.
h. Diamati hasil percobaan
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Setelah praktikum pemeriksaan bakteri Escherichia
coli.
dilakukan maka hasil yang diperoleh
yaitu didalam
air sampel Galon terdapat kandungan Escherichia coli.
B. Pembahasan
Dari
hasil praktikum diatas dinyatakan bahwa terdapat bakteri Escherichia
coli
pada sampel air Galon yang telah diteliti. Hal ini dapat disebabkan karena sumber
air galon berasal dari air pam atau air sumur yang galiannya dekat dengan septi
tank. Penggunaan dispenser memang membuat penyajian air minum menjadi praktis
sesuai dengan kebutuhan penyajian tetapi kebersihan dispenser umumnya kurang
diperhatikan oleh konsumen. Penggunaan dispenser berulang-ulang tanpa
pembersihan bagian dalam dispenser memungkinkan tumbuhnya mikroba.
Resiko
pencemaran mikroba ini dapat terjadi baik pada keran bersuhu normal, dingin
ataupun panas karena mikroba dapat tumbuh pada suhu dingin, panas. Dampak
pencemaran mikroba dalam dispenser kemungkinan dapat menyebabkan gangguan
pencernaan berupa diare yang biasanya terjadi pada orang orang yang mempunyai
daya tahan tubuh rendah, misalnya wisatawan Pencemaran Air Minum dapat terjadi
di tingkat produsen, penjual ataupun konsumen. Air layak minum harus memenuhi
syarat kimiawi maupun bakteriologis. Salah satu indicator untuk air layak minum
adalah jumlah bakteri yang terkandung.
Air
Minum Dalam Kemasan adalah air yang telah disterilkan dan layak dikonsumsi ,
dikemas dalam cup atau botol berbagai ukuran Disarankan untuk membersihkan /
disinfeksi bagian dalam dispenser setiap penggantian Air Minum Dalam Kemasan
Galon Disarankan untuk membuang / tidak dikonsumsi satu gelas pertama dari
dispenser setelah penggantian air minum dalam kemasan galon.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pemeriksaan bakteriologis air dengan
menggunakan media agar EMBA pada sampel air Galon maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat bakteri Esherichia coli dalam sampel yang diteliti.
B. Saran
1.
Untuk Laboratorium
Sebagai
Laboratorium terpadu kawasan Indonesia Timur fasilitas yang ada sudah sangat
memadai akan tetapi ruangan yang disediakan sangatlah terbatas sehingga ruang
gerak pratikan sangat tidak leluasa.
2.
Untuk Asisten Laboratorium
Agar
menciptakan kondisi yang nyaman selama pratikum sehingga apa yang dipraktikkan
dapat dipahami dan dimengerti dengan baik oleh praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Amsyari, F., 1996. Membangun Lingkungan Sehat:
Menyambut 50 Tahun Indonesia Merdeka, Airlangga University Press, Surabaya.
(Online) http://research-report.umm.ac.id/index.php/researchreport/article/viewFile/113/113_umm_research_report_fulltext.pdf . Diakses 29 Agustus 2013
Anonim, 2008. Bacterial
Growth. (Online). http:// en.wikipedia.org/ wiki/ Bacterial_Growth. Diakses
29 Agustus 2013
Anonim, 2009. Purifying
water with sunlight. (Online) www.abc.net.au/rn/science/ss/strories/s1505989.htm. Diakses 29 Agustus 2013
Anonim, 2013. Penuntun Parktikum Kesehatan Masyarakat Dasar Universitas
Hasanuddin: Makassar
Brooks, GF. Butel, JS dan Morse, SA. (2005). Mikrobiologi
Kedokteran. (Online) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31255/2/Reference.pdf . Diakses 29 Agustus 2013
Fardiaz, S.
1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Fitri dkk,
2010. Makala Escherichia coli. Universitas Padjadjaran
Fakultas Farmasi (Online) http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/
2011/09/pustaka_unpad_Escherichia-coli.pdf
. Diakses 29 Agustus 2013
Gabriel. J. F. 2001. Fisika Lingkungan. Cetakan
I. Jakarta : Hipokrates. (Online) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34999/2/Reference.pdf . Diakses 29 Agustus 2013
Maksum Radji, Heria Oktavia dan Herman Suryadi 2008 Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok (Online)
http://www.google.com/url?q=http://journal.ui.ac.id/index.php/mik/article/download/Diakses
29 Agustus 2013
Said M 2008. Pneumonia Buku Ajar Respirologi
Anak. (Online) http://www.google.com/url?q=http://core.kmi.open.ac.uk/download/pdf
Diakses 29 Agustus 2013
Slamet, 1994. Pemeriksaan Bakteriologis Air Minum Isi Ulang dibeberapa
Depo Air Minum Isi Ulang di Daerah Lenteng Agung dan Srengseng Sawah Jakarta
Selatan (Online) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20807/4/Chapter%20II.pdf . Diakses 29 Agustus 2013
Slamet, J.S. 2002. Kesehatan
lingkungan. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. (Online) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/140/jtptunimus-gdl-emmybimaas-6999-5-15dafta-a.pdf . Diakses 29 Agustus 2013
Soemirat, Juli.
2002. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,:
65-72. (Online) http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-07.pdf . Diakses 29
Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar